Reportase terkait petani di Jawa Tengah yang memanfaatkan energi surya untuk pengairan sawah nonirigasi. Tulisan ini dilengkapi dengan visualisasi data dan kalkulator untuk menghitung emisi yang dihasilkan diesel.

Tulisan ini pertama kali di terbitkan di media online Suara Merdeka dan website irigasisurya.com.


Petani padi di Jawa Tengah mulai memanfaatkan energi surya untuk mengairi sawah nonirigasi. Mereka menarik air sungai terdekat menggunakan pompa listrik yang digerakkan panel surya, kemudian mengalirkannya melalui pipa-pipa menuju sawah. Transisi energi ini menghilangkan semua biaya pembelian bahan bakar diesel dan tetek bengeknya. Tidak ada pencemaran udara maupun tanah.

Selama ini, jika musim kemarau datang, petani menggunakan pompa diesel. Pompa berbahan bakar minyak ini dianggap lebih praktis dibandingan memakai pompa listrik biasa yang butuh daya besar, apalagi jarak ke sumber listrik biasanya cukup jauh. Pengoperasian pompa diesel juga lebih mudah, serta bisa ditempatkan di mana saja.

Namun, menggunakan pompa diesel bukan tanpa risiko. Petani harus mengeluarkan banyak uang untuk membeli minyak jenis ‘solar’ Pertamina. Rata-rata, satu kali tanam, petani mengeluarkan Rp 1,4 juta per hektare. Di lapangan, ongkos ini bervariasi, mulai Rp 1,2 juta sampai Rp 1,6 juta. Tergantung model mesin, durasi pemakaian, dan medan tanam padi.

Dengan harga minyak bersubsidi Rp 5.150 per liter, satu hektare membutuhkan kurang lebih 271,8  liter per musim tanam, menggunakan asumsi ongkos Rp 1,4 juta. Jika menanam sepanjang tahun—umumnya tiga musim—dua musim di antaranya mesti menggunakan mesin diesel, sebab curah hujan maksimal hanya mampu mengairi sawah semusim saja. Artinya, per tahun, petani membeli 543,6 liter senilai Rp 2,8 juta.

Belanja minyak memang yang paling tinggi jika menggunakan diesel. Rata-rata, 60% ongkos operasional ludes untuk minyak. Sisanya untuk membeli pelumas, dan membiayai perawatan mesin. Kalau tidak punya mesin sendiri, biaya pun bertambah karena harus membayar sewa pompa. Petani makin kelimpungan manakala minyak bersubsidi tidak tersedia. Tak ada jalan selain membeli nonsubsidi yang harganya dua kali lipat lebih.

Baca selengkapnya